by: Shan_cin
Masih teringat kenangan gempa gempita peraduan budaya Sunda Melayu dalam pesta 'hajatan' anak menantuku. Yang begitu meriah menyambut hari besar sekaligus kebahagiaan dua insan yang kini telah tersatukan oleh takdir-Nya.
Tapi, hal itu malah membuatku berada pada lautan duri tajam yang menancap sukmaku, hingga perih dan teramat pedih nyaris membuatku hilang akal. Namun, nuraniku berhasil menahan laju kegilaanku. Dengan enggan ku 'amini' pernikahan mereka. Restuku hanya untuk senyuman dan kebahagiaan putriku. Dan akhirnya aku hanya bisa menuutup dan mengunci rapat-rapat sakit ini karena masih enggan menerima menantuku terutama latar belakangnya.
Jauh setelah kutahu lamaran anakku, pikiranku malah berkata,