Sakitnya sih Sembuh, Tapi kok Pindah ke Hati? (Gimana Nih Dok?)

Thursday, November 19, 2015



sumber gambar




Sebenarnya saya gak bermaksud menjelek-jelekkan suatu profesi entah itu dokter, suster, guru atau yang lainnya. Saya hanya ingin bercerita kisah saya bertemu dengan oknum-oknum dokter yang kadang menyebalkan saja ketika melayani pasien.


Berawal dari sakitnya Hasya yang ternyata bikin emaknya yaitu saya pengen cepat-cepat periksa aja karena gak tega lihat kondisinya yang batuk-batuk dan banyak muntahnya karena batuk. Sang Jenderal, yakni ayahnya Hasya anak saya segera mewanti-wanti dari jauh untuk segera berobat. Saya sih pengennya ke dokter umum saja, beliau inginnya ke dokter spesialis anak. Daripada berantem saya iya-kan saja keinginannya itu.

Ternyata yang diduga datang juga. Maklum, saya tinggal didaerah kecil, dengan tenaga medis
untuk spesialis anak cukup sedikit. Bahkan saya belum sempat dapat dokter yang lain selain dia.

Dag-dig-dug juga karena dulu waktu periksa 2x saat anak pertama saya bermasalah memang agak kurang mengenakkan. Diagnosanya sering berlebihan.

Periksa pertama kakak Yumna sih belum terlalu menyebalkan, malah saya senang dengan pendapatnya yang tak kasih antibiotik (namun untuk pasien selanjutnya diberi antibiotik juga dengan alasan yang dia sebut batuknya udah lama).

Periksa kedua datang ke klinik tempat prakteknya. Saat itu Yumna sakit mencret. Karena khawatir saya periksakan. Tak tahunya dokternya malah menyarankan dengan nada menggurui. Memang saat itu saya yang salah, saat antri periksa saya tidak membawa minum, dan malah membeli susu UHT. Lha saya memang khilaf, tapi si dokter kok menyalahkan banget, dan gak ada ramah-ramahnya sama sekali. huffft... Dan yang menyebalkan lagi, dia bilang ke saya,

"Ibu, ini zincnya harusnya selama 10 hari dikasihkan, walau sudah sembuh"
Saya jawab kalau dulu dokter gak bilang jadi saya murni tidak tahu bukan lalai. Eh, menyebalkannya si dokter gak ngaku dan keukeuh menggurui walau akhirnya dia diam juga, mungkin dia lupa tapi malu bilang. Sayangnya gak ada itikad baik dia mengaku kelupaan. Saya masih sabar.

Dipemeriksaan sekarang, Hasya sang adik saya agak khawatir juga. Karena sebelumnya saya dengar ternyata bukan saya saja yang mengalami rasa kurang enak. Orang lain juga ada, dengan dokter yang sama. Saudara saya ada yang kena semprot juga tapi dengan dokter berbeda, yang menyebabkan dia malas periksa kedokter spesialis karena suka dimarahi padahal biaya tinggi juga.

Masuklah giliran anak saya diperiksa. Tak ada senyum sama sekali, hanya saya yang haha-hehe karena saya menghargai beliau. Saat pemeriksaan berlangsung, dia tanya:
"Batuknya sejak kapan?"
"Kalau parahnya baru malam, kalau batuk sedikit-sedikit dari malam kemarinnya" jawab saya
"Iya, kapan??" sidokter bukannya tahu maksud saya malah nanya lagi.
"Malam kemarin" jawab saya.
"Sudah berapa hari??" Si dokter agak nyolot cara tanyanya. Saya yang dengar agak kurang enak juga dengan cara bertanya-nya. Seperti di suruh guru saja. Padahal dia, aahhhh....
"...ya berarti 3 hari sama sekarang"

Jadi, apa penjelasan dari saya itu sebegitu gak bergunakah bagi dia? Kalaupun iya, mengapa tidak pakai ETIKA yang baik, dok? Biasanya kalau dokter yang mengerti etika, dia paling bilang "memang begitu bu... berarti sudah 3 hari ya?" atau "oooh begitu, ya nanti dilihat ya bu..."

Usai diperiksa, saya duduk menunggu hasilnya. Duuuh saya lupa percakapannya bagaimana, intinya saat itu saya ingin menjelaskan kronologi de Hasya batuk gimana. Tapi dipotong sama dokternya, dia bilang:
"Sudah bu ngomongnya?" itu beberapa kali saat saya ngomomg. Saya diam dia ulang lagi. Maksud saya cuma biar dokter paham yang anak saya alami bagaimana. Ini malah ngeselin bin ngajak ribut. Sayapun merah padam. Rasanya pipi mulai panas. Tapi saya sabar-sabarkan mungkin dokter ingin memberi penjelasan. Dia bilang,
 " Kalau makan atau minum SETENGAH DUDUK"
Sayapun takut salah lalu mencontohkan anak saya Hasya setengah duduk.
 EEh Dokternya bilang,"Ibu tahu tidak duduk??"

GRRRRRR... Disini saya udah emosiiii baanget!

"Tadi kan ibu ngomongnya setengah duduk..."
Sidokter diam malah membahas yang lain. Sebegitu hinakah mengakui salah??

Lalu dia bilang kalau lagi batuk jangan dikasih makan atau minum (Lha biasanya juga gitu, pengen balas tapi diem aja. Tadinya pengen bilang enggak lagi batuk juga tiap dikasih asi pas mau tidur, muntah-muntah) tapi saya cuma bilang "iya..."

Dan yang bikin kesel si dokter menyuruh perawat memanggil pasien selanjutnya tanpa basa basi saya sendiri bingung mau ngapain, toh saya kira saya lagi nunggu resep dokter. Seenggaknya dia persilahkan saya tunggu di perawat gitu, biar saya ngerti. Kalau begini saya seperti diusir saja secara gak langsung.

Saya asli keseeeeel banget sama kejadian kemarin. Sayapun mengerti gimana rasanya kakak saya malas mengantar anaknya ke dokter spesialis karena kelakuannya seperti itu. Padahal tidak semua seperti itu.

Ya, tentu tidak semua seperti itu. Contoh DSA langganan anak saya di Surabaya namanya dokter Alfa kalau gak salah. Dia praktek malam di RSIS. Ramah, baik, cantik, konsultasi legaaa... ngomong or tanya apa saja dia jawab dengan baik. Sama anak-anak juga ramah. Ada lagi Dokter.
Ada lagi dokter Yeni, dia dokter umum tapi saya senang sekali dengan cara kerjanya. Dia cukup loyal dibidangnya meskipun bukan spesialis. Harga masih standar, konsultasi pasti dijawab. Tidak terburu-buru kejar setoran dalam melayani pasien. Berkerudung, putih agak  Chinese... :)

Oh, iya ada satu lagi. Saat itu saya mampir ke dokter umum dekat rumah karena tak ada yang antar. Dia dokter dari RKZ alias rumah sakit kristen, orangnya Chinese meski tak seiman  saya suka cara dia melayani. Dia kasih tahu panjang lebar, saya tanya dia jawab dengan panjang tanpa menggurui. Diapun tak menyarankan antibiotik dia malah menyuruh membeli lacto-B.

Kalau di tempat saya sekarang saya pernah ke klinik yang buka 24 jam. Ada seorang dokter yang pada saat Yumna mencret malah menyarankan minum yakult, hihi... Sukaaaa... dijelaskan pula itu bakteri baik buat ngelawan bakteri jahat. Dengan bodohnya saya tanya ,
"kalau yoghurt?"
"itu beda bakterinya, bu..." jawabnya.

Duuuh... udah cantik baik lagi... padahal sama dokter yang tadi diatas, anak saya disuruh cek lab. Padahal saya yakin itu cuman masuk angin, soalnya kejadiannya pasti kalau sudah jalan-jalan keluar. Daaaan... hasilnya pake yakult alhamdulillah membaik, solusi murah selain lacto-B (harga lacto-B jauh lebih mahal...).
Dan Yumna gak gampang sakit perut juga sekarang.

Sebenarnya yang menyebalkan ada lagi, tapi cukup saja. Yang lain levelnya masih dibawah (males nulis, hihi).

Intinya, siapapun Anda kalau tugasnya sudah menyangkut masyarakat dalam pelayanan harap gunakan etika yang baik. Saya gak minta Anda ajak main, anak saya kok. Saya cuma ingin semua masyarakat yang dilayani itu merasa nyaman, bukan berarti saya banyak maunya juga, minimal hargai kami sebagai pasien.

Lain halnya kalau saya tidak menghargai dia pada awalnya. Saya memang merasa butuh untuk kesembuhan anak saya, maka saya bersikap ramah minimal senyum. Setidaknya  dia menghargai sikap saya, dengan bersikap minimal sewajarnya, tidak menggurui apalagi memarahi. Kami bukan anak-anak pak... bu... sampeyan sekolah tinggi-tinggi pasti diajarkan etika semenjak SD kan?

Aah sudahlah... semoga tak ada lagi kejadian seperti ini apalagi yang lebih buruk dari ini. Sakitnya dihati lhooo... biarlah saya dibilang 'epes meer', 'mewekan', 'babarian'.

Saya sengaja tidak mencatumkan lokasi dan nama yang bersangkutan, disini saya murni berbagi cerita saja bukan bermaksud menjelek-jelekkan nama baik yang bersangkutan. 

Aah sudahlah...
Lagipula hari ini saya cukup terhibur dengan hadirnya kiriman dari Google ditengah-tengah saya nulis ini. Mungkin ini ujian kesabaran saya. Semoga kedepannya semakin indah...


You Might Also Like

7 komentar

  1. Sabar ^_^
    Kadang juga nemu dokter yang gitu sih, jadinya makan hati

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hiks... makasih mak... memang musti sabar...

      Delete
  2. Padahal itu dokter spesialis anak ya. Harusnya kan lebih ramah lagi biar anak-anak juga nggak takut. Yang sabar ya mak :)

    ReplyDelete
  3. Saya tinggal gak jauh dari cicalengka,,,dulu anak sakit selalu ke DSA disana biar deket... cuma gak cocok sama terapi nya,,,, periksa iyah tapi obat gak pernah ditebus...hehehe....

    ReplyDelete
    Replies
    1. Apakah dokter yang sama? hehe... mungkin beda teh... lumayan hemat donk, cuman bayar jasa dokter :)

      Delete
  4. Mungkin sama mgkin jg beda,,,,hehehe. Soalnya saya kerja di RS jadi lumayan hafal soal obat dan memang kurang cocok sama terapi obat DSA di cicalengka jadi ajah beli obat sendiri

    ReplyDelete

Silahkan berkomentar dengan baik, sopan dan boleh sedikit bercanda tanpa keterlaluan, ya. No Spam No Iklan.

Popular Posts

Flickr Images